kabarita.com – Di zaman sekarang ini, tantangan untuk membuat generasi muda memahami da mengamalkan nilai adat dan budaya semakin sulit. Hal ini dikarenakan banyak tantangan yang menjadi pengaliham dari nilai-nilai tersebut diantaranya seperti konsumsi teknologi dan kecenderungan kebiasaan yang terbentuk dalam keseharian generasi muda.
Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Sumbar, Supardi saat menjadi pembicara dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kapasitas Pemangku Kebudayaan Kota Payakumbuh, Senin (4/12) di Hotel Tripletree, Bukittinggi.
Bimtek bertemakan “Implementasi Peradilan Adat, Mengaktifkan Kembali Hakim dan Polisi adat” tersebut berlangsung selama tiga hari, 3 hingga 5 Desember. Bimtek tersebut dilaksanakan dengan menggunakan dana pokok pikiran (pokir) Supardi sebagai wakil rakyat.
Hadir sebagai peserta Bimtek tersebut, perwakilan kerapatan adat nagari (KAN), ninik mamak, bundo kanduang, pemangku adat dan parik paga nagari se-Kota Payakumbuh.
Supardi mengajak para peserta acara tersebut untuk menggencarkan gerakan menanamkan nilai adat dan budaya di tengah masyrakat. Terutama pada generasi muda yang merupakan penerus bangsa dan daerah.
“Generasi mudalah yang nantinya akan meneruskan kita, menjaga adat dan budaya serta memajukan daerah ini,” ujarnya.
Menurut Supardi di zaman sekarang memang tidak mudah untuk menanamkan nilai adat dan budaya tersebut. Bahkan untuk memantau dan mengawasi kencederungan perilaku generasi muda juga cenderung tidak semudah dulu karena mereka lebih pandai menguasai teknologi dibanding orang yang lebih tua.
Bahkan, Supardi mengatakan, ada kecenderungan kebanyakan generasi nuda tak lagi menghargai atau memahami berharganya nilai adat dan budaya.
“Ini kecenderungan yang terjadi hampir di 18 kabupaten/kota,” ujarnya.
Padahal, lanjut Supardi, bagaimana pun melesatnya perkembangan zaman, nilai adat dan budaya merupakan bekal yang amat berguna dalam mengarungi kehidupan. Tatanan adat dan budaya sudah terdesain menyelamatkan masyarakat dari berbagai permasalahan.
Salah satu contohnya dalam permasalahan anak kurang gizi atau stunting. Dalam nilai adat dan budaya Minangkabau, lanjut Supardi, sudah ada penataan tentang ketahanan pangan keluarga dan suku. Jika hal ini diterapkan permasalahan stunting sangat bisa dihindari.
“Di Payakumbuh angka stunting relatif tinggi. Ini menjadi permasalahan yang mesti kita entaskan bersama,” katanya.
Selain itu, Supardi mengatakan, adat dan budaya tidak bisa dinilai sebagai hal kuno yang tak sejalan dengan kebutuhan masa depan.
“Justru dengan nilai adat dan budaya yang sudah ada ini kita bisa menjadi daerah yang maju,” tegas Supardi.
Ia mencontohkan, salah satunya Maek. Peradaban kuno ini di Limapuluh Kota. Ia mengatakan jika diekspos dengan baik, Maek akan menjadi hal yang menarik perhatian dunia.
Menurut dia, Maek merupakan peradaban kuno yang sangat bernilai wisata sejarah. Begitu juga dengan adat dan budaya lainnya di Sumbar, hal ini bisa menjadi potensi besar untuk memajukan daerah dan masyarakatnya.
“Pengelolaan adat budaya secara optimal akan menjadi pelestarian yang efektif untuk nilai adat dan budaya itu sendiri. Selain itu juga menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan pengangguran karena sektor pariwisata yang digerakkan dengan mengekspos adat dan budaya” katanya.
Pada para peserta Bimtek tersebut Supardi mengajak untuk bersama-sama tak henti mementingkan urusan adat dan budaya. Pelestarian, pewarisan nilai-nilai dan mengeksposnya menjadi agenda wajib untuk menyelesaikan banyak persoalan.