kabarita.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat (DPRD Sumbar) setujui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Tanah Ulayat menjadi Peraturan Daerah (Perda). Hal itu ditetapkan pada Paripurna DPRD Sumbar, Senin (4/13/2023).
Rapat paripurna dipimpin Wakil Ketua DPRD Sumbar Irsyad Syafar didampingi Wakil Ketua Suwirpen Suib dan dihadiri Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansyarullah didampingi Sekda Hansastri.
Irsyad Syafar mengatakan, DPRD bersama pemerintah daerah telah melakukan pembahasan terhadap Ranperda Tanah Ulayat pada akhir tahun 2022.
“Sesuai dengan tahapan pembahasan Ranperda Tanah Ulayat secara prinsip telah dapat dituntaskan pembahasannya oleh Komisi I sebagai komisi terkait. Selanjutnya Ranperda tersebut telah dilakukan fasilitasi ke Kementerian Dalam Negeri sesuai ketentuan Dalam Pasal 89 ayat (1) Permendagri nomor 80 Tahun 2015 sebagaimana telah dirubah dengan Permendagri Nomor 120 Tahun 2018,” ujar Irsyad.
Irsyad menjelaskan, sehubungan dengan telah diterimanya hasil fasilitasi Ranperda dimaksud melalui Surat Mendagri Nomor: 100.2.1.6/7830/OTDA tanggal 14 November 2023 tentang Fasilitasi Ranperda Provinsi Sumatera Barat tentang Tanah Ulayat, maka dilaksanakan rapat oleh komisi I DPRD Sumbar.
“Guna mengakomodir masukan, saran dan perbaikan dari Kementerian Dalam Negeri, sebelum Ranperda dimaksud dilanjutkan penetapannya pada rapat paripurna,” katanya.
Irsyad memaparkan, tanah ulayat merupakan identitas masyarakat hukum adat di Sumatera Barat. Karena itu, melindungi keberadaan tanah ulayat merupakan perjuangan untuk mempertahankan identitas masyarakat hukum adat itu sendiri.
“Kenyataan menunjukkan bahwa pembiaran tanah ulayat beralih status menjadi tanah hak dan tanah negara telah mengancam keberadaan tanah ulayat. Dalam praktik administrasi pertanahan, praktik peralihan tanah ulayat itu diikuti dengan pendaftaran tanahnya menjadi tanah hak atau tanah negara,” ungkap Irsyad.
Ia menerangkan, Hukum agraria nasional berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dengan tegas memberikan pengakuan terhadap keberadaan hak ulayat dan tanah ulayat.
UUPA bahkan menyatakan hukum adat sebagai dasar pengaturan tanah ulayat merupakan hukum positif tidak tertulis dalam hukum agraria. Berbagai peraturan perundang-undangan pelaksana dari UUPA juga telah mengakui keberadaan tanah ulayat, di antaranya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
“Pengakuan tanah ulayat tersebut perlu diikuti dengan tindakan nyata pemerintah dan pemerintah daerah dalam bentuk pengadministrasian tanah ulayat. Oleh karena itu pengaturan tanah ulayat di daerah hendaknya dapat membantu dan mendorong upaya percepatan pengadministrasian pengakuan tanah ulayat sehingga terintegrasi dengan sistem administrasi pertanahan,” tuturnya.
Maka, kata Irsyad Syafar, Perda harus dengan tegas menyatakan bahwa hukum adat merupakan hukum yang berlaku atas tanah ulayat.
Menurutnya, Peraturan Daerah tentang Tanah Ulayat tidak bermaksud mengubah atau menggantikan kedudukan hukum adat dalam pengaturan pemilikan dan penguasaan tanah ulayat itu sendiri.
“Dengan telah disetujuinya Rancangan Peraturan Daerah tentang Tanah Ulayat untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, maka selanjutnya dilakukan Penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat,” pungkasnya.