kabarita.com — Pimpinan dan anggota DPRD Sumbar mengikuti kegiatan sosialisasi program pengendalian gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (29/11) di gedung DPRD Sumbar.
Hadir sebagai narasumber dari berbagai unsur, diantaranya dari Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi (Satgas Korsup) KPK, Polda Sumbar dan Kejaksaan Tinggi Sumbar.
Ketua DPRD Sumbar, Muhidi saat membuka acara tersebut mengapresiasi kegiatan tersebut. Dengan mengikuti sosialisasi itu unsur pimpinan dan anggota DPRD mendapat kesempatan untuk memperoleh ilmu dan informasi tentang pentingnya tindakan anti korupsi, khususnya pengendalian gratifikasi dalam pelaksanaan tugas dan wewenang sebagai anggota DPRD.
“Tindak korupsi harus diperangi karena dapat merugikan keuangan negara, perekonomian dan masyarakat,” kata Muhidi.
Ia mengatakan tanggung jawab pencegahan dan penanganan kejahatan korupsi tidak hanya menjadi tugas KPK, Kepolisian dan kejaksaan saja. Namun juga menjadi tanggung jawab semua lembaga dan komponen masyarakat, tidak terkecuali lembaga DPRD.
“DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah memiliki peran yang cukup besar untuk berkontribusi dalam upaya pencegahan dan penanganan korupsi. Salah satunya yaitu dengan mewujudkan sikap anti korupsi,” ujar politisi PKS tersebut.
Muhidi memaparkan DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dapat melakukan upaya preventif dalam pencegahan korupsi di daerah. Oleh sebab itu, diperlukan penguatan lembaga DPRD agar dapat berfungsi menjalankan tindakan preventif dalam pencegahan korupsi, tidak hanya pada aspek SDM anggota DPRD, tetapi juga terhadap tata kerja, manajemen dan dukungan dari Sekretariat DPRD.
“Dengan adanya kegiatan sosialisasi ini, kami berharap Pimpinan dan Anggota DPRD Sumbar dapat mengetahui area rawan korupsi khususnya terkait gratifikasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi anggota DPRD,” katanya.
Sementara itu, narasumber Koordintor Pidsus Kejari Sumbar, Tasjfirin M.A Halim dalam materinya mengatakan gratifikasi bisa terjadi salah satunya dalam proses pengadaan barang dan jasa.
“Pengadaan barang dan jasa merupakan aspek penting dalam pelayanan publik. Namun sering kali ditemukan praktik menyimpang seperti gratifikasi dan korupsi yang merusak kepercayaan masyarakat,” kata Tasjrifin.
Gratifikasi ini bisa berupa uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga yang diberikan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tidak sah seperti memenangkan tender.
Sementara korupsi bisa berupa kolusi tender, Mark up anggaran, pengadaan fiktif dan suap dalam bentuk uang atau fasilitas.
Untuk mencegah hal tersebut, lanjut Tasjrifin bisa dilakukan dengan cara penguatan regulasi, penerapan teknologi, edukasi dan pelatihan terkait etika dan pengadaan serta resiko gratifikasi.
“Terutama pula pemberian sanksi hukum yang memberikan efek jera,” katanya.
Ia menilai penanggulangan gratifikasi dan korupsi di lingkungan Pemerintahan Sumbar menjadi tantangan yang mesti dilaksanakan dengan baik.
“Dengan transparansi, edukasi, teknologi dan penegakan hukum, praktik gratifikasi dan korupsi dapat diminimalisir demi mewujudkan pemerintahan yang bersih dan efesien,” tuturnya.