kabarita.com — Anggota Komisi V DPRD Sumbar, H. Hidayat, SS, MH, menjelaskan bahwa tindak kekerasan seksual.pada anak kian naik. Banyak kasus yang ditangani jajaran kepolisian di Indonesia, maupun di Sumbar bahkan di lingkungan perguruan tinggi dan sejumlah kabupaten kota
“Dalam 3 bulan terakhir saja, ada 23 kasus kekerasan seksual pada anak dan pelecehan seksual di Sumbar. Ini harus diungkapkan, tidak masanya lagi ditutup-tutupi karena adalah aib yang telah jadi di tengah masyarakat,” ungkap Hidayat yang juga Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Sumbar dalam Sosialisasi Perda Nomor 7 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Selasa (18/7/2023) di Sekretariat Kopi Pahit, Padang Baru, Padang.
Ironisnya, lanjut Hidayat, pelaku kekerasan seksual pada abak ini dilakoni oleh orang-orang dekat dari anak itu sendiri, apakah itu ayahnya, pamannya, gurunya atau tetangganya. Kondisi ini jelas sangat memperihatinkan. Di Sumbar, kasus memalukan ini hampir pernah terjadi hampir di semua kabupaten/kota. Ada di Kota Padang, Pasaman, Bukittinggi, Kabupaten Solok, Dharmasraya, Pesisir Selatan, Agam, bahkan di kota Serambi Mekah Padang Panjang.
“Ini baru kasus-kasus yang sudah terekspose dan sudah ditangani jajaran kepolisian. Belum lagi kasus eksploitasi anak di simpang-simpang jalan. Ini jelas pelanggaran,” ungkap Hidayat dalam kegiatan yang dihadiri Kadis Pemberdayaan Perempuan Sumbar Diwakili Nelwetis.
Perempuan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), terang Hidayat juga banyal terjadi. Belum lagi perempuan-perempuan pekerja atau karyawan, maka perusahaan berkewajiban menyediakan perlindungan baginya. Apakah waktu kerja dalam kondisi hamil atau cuti melahirkan atau berbagai persoalan perempuan dan anak lainnya.
Hidayat berharap, para Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya (PPIR) yang hadir di kegiatan sosialisasi perda ini, dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan yang terjadi. Mungkin banyak kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan yang belum terungkap. Termasuk anak usia sekolah yang tidak memiliki akte kelahiran karena hasil nikah siri atau anak yang menderita stunting.
“Nah, ini masalah kita bersama yang harus kita selesaikan secara bersama. Bapak Bapak anggota PPIR mungkin ada yang jadi tokoh masyarakat yakni sebagai ketua RT, RW atau pengurus masjid.. Mari kita perhatikan masalah masalah ini dan menjadi kewajiban kita bersama menyelesaikannya,” tegas Hidayat pada acara yang dipandu oleh Ola.
Sementara Nelwetis menyatakan, sejauh ini terkesan pemerintah bekerja sendiri dalam menyelesaikan kasus kekerasan pada anak dan perempuan. Karena itu, harapan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumbar, bagaimana masyarakat juga hadir mempersamai menyelesaikan persoalan ini.
“Salah satu faktor penyebabnya, belum terpenuhinya hak-hak anak. Nah, sekarang bagaimana kita semua bisa hadir untuk meminimalisir kasus ini,” ungkap Nelwetis.
Sebelumnya, Lurah Alai Parak Kopi, Sri Utari dalam sambutannya mengatakan bahwa perempuan dan anak saat ini banyak yang dieksplotasi. Kondisi ini sangat memperihatinkan. Karena itu, perlu kepedulian bersama untuk perlindungan perempuan dan anak, tidak bisa hanya diserahkan pada pemerintah saja
“Karena itu, mari.kita bersama-sama tingkatkan kepedulian terhadap lingkungan kita. Jangan biarkan bila kita melihat adanya KDRT di sekitar kita. Mari kita bela hak perempuan dan anak,” ujar Sri Utari.
Selain kehadiran kalangan PPIR, acara juga dimeriahkan oleh Kelompok Pemusik Jalanan (KPJ) Sakato.