kabarita.com – Wakil Ketua DPRD Sumbar, Evi Yandri Rajo Budiman menegaskan, kisah perlawanan Kolonel Ahmad Hosen dan pasukannya dalam mengusir tentara sekutu yang diboncengi Belanda, harus jadi sejarah yang terus dipelajari generasi di masa depan.
“Kita harus pilih tanggal dengan nilai historis yang kuat. Bukan asal tempel di kalender, tapi benar-benar mencerminkan semangat perjuangan Kolonel Ahmad Hosen yang kemudian dikenal dengan penyerbuan Harimau Kuranji,” ungkap Evi Yandri.
Harapan itu disampaikannya, merespon permintaan tokoh masyarakat Kuranji, Kota Padang saat silaturahmi dan halal bihalal masyarakat Kuranji di Padang, Senin.
Sejarawan Sumbar, Mestika Zed mencatat dalam bukunya, “Sejarah Perjuangan Kemerdekaan 1945-1950 di Kota Padang dan Sekitarnya, Padang: Citra Budaya, 2003,” Harimau Kuranji ini tak lepas dari peristiwa tanggal 21 Februari 1946.
Dimana, pasukan Ahmad Husein berhasil menghancurkan markas tentara Sekutu dan Belanda di daerah Rimbo Kaluang, yang telah memasuki Kota Padang sejak tanggal 10 Oktober 1945.
Pada tanggal 10 Oktober 1945 itu, beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan RI, pasukan sekutu memasuki wilayah Sumatera Barat melalui pelabuhan Teluk Bayur di Padang.
Saat pendaratan itu tidak kurang dari 12 kapal perang tentara Sekutu memadati pelabuhan yang merupakan pintu masuk ke kawasan ranah Minangkabau.
Tentara Sekutu yang dikirim ke Padang, merupakan Divisi India ke-26 yang berada di bawah pimpinan oleh Mayor Jendral M.H. Chambers dan didampingi oleh Mayor Jendral A.I. Spits sebagai wakil dari Belanda.
Menurut Evi Yandri, kisah perlawanan warga Padang yang dipimpin Kolonel Ahmad Hosen dalam melawan kehadiran kembali penjajah, merupakan kisah yang sarat dengan nilai-nilai nasionalisme.
“Inisiatif menjadikan momen perlawanan para Harimau Kuranji ini sebagai hari bersejarah, jangan jadi sekadar romantisme sejarah semata,” terang Evi Yandri.
“Akan tetapi, momen ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat identitas budaya dan edukasi generasi muda,” tegasnya.
Dalam pertemuan silaturahmi itu, sejumlah tokoh menyuarakan keresahan yang sudah lama terpendam.
Mengapa sejarah perjuangan Harimau Kuranji yang tak sedikit berkontribusi dalam pemerintahan dan kemerdekaan, justru belum mendapat tempat terhormat dalam kalender peringatan daerah.
“Kalau Situjuh bisa dapat hari peringatan resmi, masa Kuranji cuma jadi catatan kaki,” tanya Sutan Gajah, salah satu tokoh masyarakat Kuranji.
“Tokoh-tokoh Harimau Kuranji itu bukan hanya gagah di masa lalu, tapi juga meletakkan pondasi kuat bagi pemerintahan daerah setelah kemerdekaan,” tambahnya.
Hal senada disampaikan tokoh Kuranji lain, Marzuki Onmar. Mantan pamong senior di Pemprov Sumbar ini mengingatkan, ide tanpa tim kerja hanya akan jadi nostalgia manis tanpa ujung.
“Kita harus bentuk tim khusus. Jangan biarkan semangat ini tersendat. Harus ada kajian sejarah, langkah konkret dan pengawalan serius,” terang dia.
Harapan serupa, disampaikan anggota DPRD Padang, Mastilizal Aye, yang juga putra Kuranji. Dia menyarankan, agar perjuangan Harimau Kuranji didokumentasikan secara ilmiah.
“Kita perlu buku sejarah, film dokumenter dan narasi resmi. Libatkan profesor sejarah. Jangan sampai ini jadi legenda lisan maknanya semakin mengabur,” ujarnya.
Ia menegaskan, siap memperjuangkan anggaran untuk mendukung realisasi Hari Harimau Kuranji, termasuk untuk kegiatan dokumentasi.